MEDIA JEPANG: JANGAN BERHARAP PADA KALANGAN MENENGAH CHINA

Perbedaan strata sosial di China, namun tidak ada kelas menengah yang sesungguhnya.  (WIKIPEDIA)
Perbedaan strata sosial di China, namun tidak ada kelas menengah yang sesungguhnya. (WIKIPEDIA)
(Epochtimes.co.id)
Baru-baru ini media massa Jepang ramai menghimbau para marketing perusahaan Jepang untuk tidak berharap banyak terhadap kalangan ekonomi menengah di China, karena kalangan tersebut hanyalah ilusi yang diciptakan partai komunis semata, dan kaum ini sedang di ambang kehancuran akibat tekanan harga properti dan barang yang tinggi.
22 November lalu, sebuah artikel di Network Times, Jepang menunjukkan, banyak perusahaan Jepang memandang kalangan menengah China yang kian berkembang populasinya ini sebagai potensi bagi target pemasaran produk konsumtif mereka, akan tetapi pemahaman ini ternyata salah.
Sejak 2008, harga properti di China terus merangkak naik. Harga satu unit apartemen di Beijing, Shanghai, dan Guangzhou mencapai puluhan kali lipat pendapatan penduduk dari kalangan menengah ini. Satu unit apartemen akan membinasakan satu orang penduduk dari kalangan menengah. Kini di saat bursa saham mulai anjlok, keadaan menjadi makin parah.
Institut Riset Sosiologi China dalam suatu laporannya menyebutkan, bahwa kalangan ini mencapai 23% dari keseluruhan populasi China, atau sebanyak 300 juta jiwa dari total 1,3 miliar penduduk China, merupakan kalangan menengah. Namun para ahli marketing mengatakan bahwa angka statistik ini suatu permainan angka belaka, karena kalangan menengah yang didefinisikan dalam laporan ini adalah para penduduk yang menghasilkan pendapatan bulanan hanya sebesar 6.000 RMB, padahal dengan pendapatan bulanan seperti ini tidak akan dapat hidup layak di Beijing atau Shanghai dan kota-kota besar lainnya, sama sekali tidak bisa dikatakan kalangan menengah.
Artikel tersebut mengatakan bahwa pemerintah China sengaja memperbesar jumlah populasi kalangan menengah ini dengan dua alasan. Pertama, agar rakyat China mengira bahwa kebijakan ekonomi pemerintah telah meraih keberhasilan yang luar biasa. Kedua, agar perusahaan investor asing mempunyai harapan yang besar terhadap pasar di China. Para pengamat menyebutkan, selama 10 tahun terakhir, faktor yang menjadi pendorong meningkatnya sektor konsumtif di China secara keseluruhan adalah para konglomerat yang memiliki relasi khusus dengan partai komunis, jumlah populasi kaum konglomerat mencapai 70 juta jiwa, dan mereka semakin lama semakin kaya, sementara para kalangan menengah justru harus terus berjuang mati-matian di tengah meroketnya harga properti dan barang.
Hanya ilusi
Tabloid bulanan Select Jepang, edisi November ini juga menerbitkan suatu artikel yang berjudul “Kelahiran Kalangan Menengah di China Hanyalah Ilusi”.
Artikel tersebut menyatakan, seiring dengan semakin melemahnya kemampuan konsumtif domestik China, kalangan menengah di China kini sedang menghadapi dilema kebijakan dan akan segera menjadi “kalangan ilusi” yang sedang musnah.
Artikel juga menyatakan, dulu para pengusaha swasta kebanyakan kalangan menengah, namun sejak  musim semi tahun ini, di berbagai tempat di China terus menerus terjadi aksi unjuk rasa menuntut kenaikan gaji, yang menyebabkan margin keuntungan perusahaan yang ada di China yang tadinya hanya 2% - 3% menjadi semakin berkurang, yang semakin menyeret kalangan menengah ini ke ambang kehancuran.
Di samping itu, angka pengangguran para mahasiswa lulusan perguruan tinggi pun semakin parah, lulusan universitas yang dijuluki “kaum semut” ini seharusnya menjadi pasukan cadangan untuk kalangan menengah, kini justru terhambat di tengah jalan. Jika begini terus, jumlah populasi kalangan menengah dikhawatirkan akan berhenti bertambah.
He Qinglian: “Ilusi menghibur diri”
Sejak Maret 2010, He Qinglian membantah hasil survei Institut Riset Sosiologi yang mengatakan bahwa kalangan menengah di China mencapai 23%, karena laporan tersebut sama sekali bertolak belakang dengan keadaan lapangan kerja di China belakangan ini, juga bertolak belakang dengan peningkatan pendapatan, serta pemerataan masyarakat dan kemampuan konsumtif, dan terpaut sangat jauh dari apa yang dirasakan oleh khalayak ramai.
Selain pandangan yang diungkap media massa Jepang di atas, He Qinglian juga mengungkapkan bahwa di China sama sekali tidak terbentuk mekanisme rasional masyarakat yang “terus mengarah naik”, masyarakat biasa sangat sulit untuk dapat memasuki kalangan menengah jika hanya mengandalkan upaya sendiri.
Pemerataan lulusan perguruan tinggi sebagai contoh. Ada survei yang menunjukkan, sejak abad ini, latar belakang keluarga menentukan mutu penempatan kerja para lulusan universitas. Lulusan PT baik sarjana maupun magister yang berasal dari keluarga petani atau keluarga miskin di kota bahkan untuk mendapatkan peluang kerja yang paling mendasar pun sangat sulit, dan di berbagai daerah terus bermunculan fenomena “pejabat generasi kedua”. Fenomena yang terbentuk dengan berlandaskan prinsip keturunan yang sangat tidak adil ini bahkan lebih parah lagi jika dibandingkan dengan pemerataan kekayaan yang tidak adil. (The Epoch Times/lie)
0 komentar:

Posting Komentar

what is my ip address?
DENGARIN MUSIK KOLEKSI AKU, HAHAHA



SMS GRATIS , CONTOH 0813 NOKAWAN , 3MENIT SAMPE, GUNAKAN KATA YANG SOPAN

MAKANAN SEHARI HARI

ip-location







SELAMAT DATANG DI VIDEO PANDUAN | TERIMA KASIH KE SEMUA BLOGGER